oleh drg. Hannah Devriza (Dokter Gigi Klinik Itjen Kemendikbudristek)
Perubahan warna pada gigi dikenal dengan istilah diskolorasi gigi. Diskolorasi gigi dibagi menjadi dua kategori berdasarkan penyebabnya, yaitu diskolorasi ekstrensik dan diskolorasi instrinsik. Diskolorasi ekstrinsik disebabkan adanya penodaan (staining) akibat warna bahan makanan dan minuman yang dikonsumsi. Penggunaan produk tembakau, teh, kopi, obat kumur tertentu, dan pigmen di dalam makanan menyebabkan terbentuknya noda yang menempel pada permukaan gigi maupun bahan tambal gigi. Perubahan warna pada gigi ini muncul sesuai dengan makanan atau minuman yang sering dikonsumsi.
Diskolorasi instrinsik biasanya disebabkan perubahan warna gigi dari dalam jaringan gigi, sebagai contoh karena adanya:
- Proses penuaan (aging). Kejadian ini dapat ditemukan dengan membandingkan warna gigi pada orang dewasa dan anak–anak. Semakin bertambahnya umur pada gigi dewasa normal, jaringan dentin akan semakin tebal sehingga membuat warna gigi semakin gelap.
- Perubahan warna gigi akibat bahan-bahan kimia atau obat obatan. Pemakaian antibiotik, misalnya tetrasiklin. Tetrasiklin merupakan penyebab paling sering dari perubahan warna gigi. Pemakaian obat golongan tetrasiklin selama proses pertumbuhan gigi dapat menyebabkan perubahan warna gigi permanen karena molekul tetrasiklin tertimbun di dalam jaringan dentin dan email yang memberikan warna permanen pada gigi.
- Ada nekrosis pada pulpa (kematian gigi) akibat gigi berlubang atau trauma pada gigi. Pulpa memiliki banyak vaskularisasi. Perubahan warna gigi disebabkan adanya degradasi dari sel-sel darah merah dalam jaringan pulpa. Sel darah merah mengandung hemoglobin yang dapat terdegradasi menjadi hematin dan hemosiderin yang memiliki karakteristik berwarna coklat kehitaman sehingga akan menimbulkan kesan berbayang gelap di struktur mahkota gigi.
Diskolorasi pada gigi dapat diperbaiki dengan menggunakan bahan pemutih gigi atau yang disebut dengan bleaching. Bleaching adalah tindakan untuk meningkatkan warna gigi menjadi lebih putih dari sebelumnya. Jenisnya ada berbagai macam, antara lain menggunakan zat kimia hidrogen peroksida dan karbamid peroksida dengan berbagai konsentrasi. Kedua senyawa tersebut dapat membantu memutihkan gigi karena dapat menembus lapisan gigi dan memecah molekul kompleks dari zat-zat yang menyebabkan pewarnaan pada gigi. Diskolorasi ekstrinsik lebih mudah ditangani daripada yang instrinsik.
Proses tindakan bleaching pada diskolorasi gigi eksternal didahului dengan melakukan pemeriksaan mendalam terhadap kondisi gigi agar tidak ada kendala saat melakukan bleaching gigi atau sesudahnya. Misalnya, apakah ada gigi berlubang, gusi turun, atau masalah lainnya. Bahan bleaching dapat menimbulkan sensitivitas pada gigi atau nyeri bila prosedur pendahuluan tidak dijalankan. Perlu diketahui bahwa efek bleaching tidak dapat memutihkan tambalan gigi, mahkota gigi, atau veneer gigi.
Pada tindakan bleaching akibat diskolorasi instrinsik didahului dengan perawatan saluran akar gigi. Bahan bleaching akan diletakan didalam gigi (kamar pulpa) untuk beberapa hari sampai didapatkan warna gigi yang sesuai. Efek dari bleaching internal akan bersifat permanen dan lebih tahan lama dibandingkan dengan bleaching eksternal. Pada kasus gigi dengan pewarnaan atau diskolorasi intrinsik akibat obat-obatan biasanya hasil bleaching tidak dapat maksimal sehingga selain tindakan bleaching dapat diganti dengan menggunakan mahkota jaket atau veneering.
Perubahan warna gigi dapat dicegah dengan mengurangi konsumsi bahan makanan yang berwarna. Menjaga suhu makanan agar tidak terlalu ekstrim yang dapat menyebabkan kematian pulpa, dan mencegah terjadinya gigi berlubang. Pasien diharapkan untuk selalu memeriksakan kesehatan gigi minimal enam bulan sekali. Mencegah lebih baik daripada mengobati kerusakan gigi lebih lanjut.
Referensi:
- Watts A, Addy M. Tooth discolouration and staining: a review of the literature. Br Dent J 2001; 190(6): 309-16.
- Mehanna C, Khoury P, Zagheib T, Kassis C. Intrinsic tooth discolouration. Aperito Journal of Oral Health And Dentistry 2015; 1(4): 1-17.
- Sumber gambar: fdcdentalclinic.co.id