Deprecated: Automatic conversion of false to array is deprecated in /home/mojedttr/public_html/covid19/wp-content/plugins/wp-import-export-lite/includes/classes/import/extensions/bg/class-wpie-bg.php on line 92

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /home/mojedttr/public_html/covid19/wp-content/plugins/wp-import-export-lite/includes/classes/import/extensions/bg/class-wpie-bg.php:92) in /home/mojedttr/public_html/covid19/wp-includes/feed-rss2.php on line 8
ITJEN KEMENDIKBUD https://itjen.kemdikbud.go.id/covid19 ITJEN SEHAT Tue, 17 Jan 2023 03:10:37 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.5.5 https://itjen.kemdikbud.go.id/covid19/wp-content/uploads/2020/03/cropped-output-onlinepngtools-3-32x32.png ITJEN KEMENDIKBUD https://itjen.kemdikbud.go.id/covid19 32 32 IMPETIGO, INFEKSI KULIT YANG SERING TERJADI PADA ANAK https://itjen.kemdikbud.go.id/covid19/2023/01/17/impetigo-infeksi-kulit-yang-sering-terjadi-pada-anak/ Tue, 17 Jan 2023 03:10:36 +0000 https://itjen.kemdikbud.go.id/covid19/?p=1943 oleh dr. Novrina W. Resti (Dokter Klinik Itjen Kemendikbudristek)

Impetigo adalah infeksi kulit superfisial atau hanya di permukaan kulit yang disebabkan karena infeksi bakteri.  Infeksi kulit ini disebabkan kuman Staphylococcus aureus (Saureus) dan Streptococcus β hemolyticus Grup A. Impetigo mengenai kulit lapisan epidermis atau lapisan paling atas kulit dan biasanya terjadi pada bayi dan anak-anak.  Impetigo terdiri dari dua jenis, yaitu Impetigo Bulosa dan Impetigo Non-Bulosa.

Lapisan Kulit Manusia

Impetigo Bulosa

Impetigo Bulosa disebabkan oleh infeksi S. aureus. Dapat terjadi pada anak-anak maupun orang dewasa. Gejala kulit paling sering muncul pada area lipatan tubuh (intertriginosa) seperti ketiak, lipat paha, bokong, dan punggung. Umumnya pasien dengan Impetigo Bulosa hanya mengeluhkan gejala pada kulit, tidak mengalami gejala sistemik seperti demam, nyeri otot, mau pun malaise.

Gejala pada kulit yang muncul yaitu:

  • lenting atau lepuh (bula) kemerahan. Bula mudah pecah dan meninggalkan bekasnya yang mengering dengan dasar kulit kemerahan.
  • Dapat pula muncul bula yang berisi nanah (bula hipopion).
Impetigo Bulosa
Impetigo Bulosa

Impetigo Non-Bulosa

Impetigo non-bulosa atau sering disebut impetigo krustosa merupakan salah satu infeksi kulit yang sering terjadi pada bayi dan anak. Umumnya hanya mengeluhkan gejala kulit tanpa gejala sistemik. Kelainan kulit pada impetigo non-bulosa paling sering ditemukan pada area wajah serta sekitar hidung dan mulut. 

Gejala yang muncul, yaitu

  • Kulit nampak kemerahan, awalnya hanya perubahan warna kulit atau lenting kulit, lama kelamaan lenting berisi cairan (vesikel) yang mudah pecah, vesikel yang pecah akan mengeluarkan cairan dan mengering (krusta) berwarna kuning madu (honey colour) yang dikelilingi warna merah. Krusta adalah bekas cairan tubuh atau darah yang mengering akibat luka, tampak seperti koreng. Jika krusta diangkat akan nampak luka di bawah kulit.
  • Umumnya terasa gatal.
Impetigo non-bulosa (krustosa) pada area hidung dan sekitar mulut.
Impetigo Impetigo non-bulosa (krustosa) pada area sekitar mulut. Dengan krusta berwarna kuning seperti madu (honey colour).

Pengobatan Impetigo

Pengobatan impetigo umumnya hanya bersifat lokal pada area yang sakit, tetapi jika terjadi infeksi yang luas atau berat dapat dipertimbangkan pengobatan sistemik dengan obat oral.

  • Bersihkan luka atau area yang terkena dengan NaCl ataupun air bersih;
  • Jaga kebersihan diri. Bayi atau anak dapat mandi seperti biasa;
  • Hindari luka akibat garukan tangan. Penggunaan obat anti alergi dapat dipertimbangkan untuk mengurangi rasa gatal;
  • Penggunaan salep atau krim antibiotik seperti mupirosin, retapamulin, asam fusidat;
  • Antibiotik oral seperti
    • Lini Pertama: Dicloxacillin, Amoxicillin + asam klavulanat
    • Lini kedua: Azithromysin, clindamycin, eritromycin

Konsultasikan keluhan kepada dokter keluarga atau dokter Spesialis Kulit anda untuk mendapatkan pemeriksaan dan pengobatan yang sesuai. Hindari penggunaan antibiotik tanpa resep dokter (self medicating) karena akan menyebabkan resistensi antibiotic atau tubuh mengalami kekebalan terhadap antibiotik.

Referensi

  1. Sandra Widaty, Hardyanto Soebono, Hanny Nilasari,et al. PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER SPESIALIS KULIT DAN KELAMIN DI INDONESIA. Jakarta; Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin (PERDOSKI); 2017.
  2. Sewon Kang, Masayuki Amagai, Anna L. Bruckner,et al. Fitzpatrick’s Dermatology, 9e. Ameriksa Serikat; Mc Graw Hill; 2019.
  3. Sumber gambar 1: www.fldscc.com
  4. Sumber gambar 2: www. dermnetnz.org
  5. Sumber gambar 3:  Fitzpatrick’s Dermatology, 9e. Ameriksa Serikat; Mc Graw Hill; 2019.
  6. Sumber gambar 4: www. perdoski.id
  7. Sumber gambar 5: dermnetnz.org

]]>
KUTIL ANOGENITAL https://itjen.kemdikbud.go.id/covid19/2023/01/06/kutil-anogenital/ Fri, 06 Jan 2023 02:59:09 +0000 https://itjen.kemdikbud.go.id/covid19/?p=1938 oleh: dr. Novrina W. Resti (Dokter Klinik Itjen Kemendikbudristek)

Kutil anogenital adalah infeksi menular seksual yang disebabkan Human Papilloma Virus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan pada kulit dan mukosa di area anogetinal (anus dan kelamin). Kelainan ini juga disebut Kondiloma akuminata.

Penyebab Kutil Anogenital adalah Human Papilloma Virus (HPV) terutama tipe 6 dan 11. HPV terdiri dari 200 tipe virus yang digolongkan dalam 2 kelompok yaitu Low-Risk HPV dan High-Risk HPV

Termasuk dalam kelompok Low-Risk HPV adalah tipe 6, 11, 42, 43, dan 44. Adapun kelompok High-Risk HPV diantaranya tipe 16, 18, 31, 33, 34, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, 66, 68, dan 70. Kelompok High-Risk HPV merupakan kelompok penyebab keganasan atau kanker area mulut rahim, anogenital, dan orofaring (mulut dan tenggorokkan).

Gejala Kutil Anogenital

  1. Dapat berupa papul (penonjolan kulit) atau pertumbuhan bertangkai di atas permukaan kulit;
  2. Tidak nyeri;
  3. Permukaan benjolan bisa rata atau kasar berlekuk-lekuk seperti kembang kol;
  4. Lokasi kelainan kulit biasanya ada di sekitar lubang vagina, penis, perineum (area antara kelamin dan anus), sekitar anus, dan skrotum.
  5. Beberapa kasus juga dapat ditemukan terdapat kelainan di vagina dan mulut rahim. Pada kelainan ini perlu dicari kemungkinan keganasan atau kanker.

Referensi:

  1. Sandra Widaty, Hardyanto Soebono, Hanny Nilasari,et. al. PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER SPESIALIS KULIT DAN KELAMIN DI INDONESIA. Jakarta; Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin (PERDOSKI); 2017.
  2. Sewon Kang, Masayuki Amagai, Anna L. Bruckner,et al. Fitzpatrick’s Dermatology, 9e. Ameriksa Serikat; Mc Graw Hill; 2019.
  3. Schiffman, M., Castle, P. E., Jeronimo, J., Rodriguez, A. C., & Wacholder, S. (2007). Human papillomavirus and cervical cancer. The lancet370(9590), 890-907.
  4. Burd, E. M. (2003). Human papillomavirus and cervical cancer. Clinical microbiology reviews16(1), 1-17.
]]>
KENALI GEJALA PSORIASIS https://itjen.kemdikbud.go.id/covid19/2022/12/21/kenali-gejala-psoriasis/ Wed, 21 Dec 2022 02:36:03 +0000 https://itjen.kemdikbud.go.id/covid19/?p=1924 oleh dr. Novrina W. Resti (Dokter Klinik Itjen Kemendikbudristek)

Psoriasis adalah penyakit inflamasi kulit kronik dan residif atau berulang. Penyebab dari psoriasis masih banyak diteliti. Banyak faktor yang menjadi penyebab dan pencetus dari munculnya psoriasis. Di antara faktor tersebut adalah kelaianan autoimun, faktor genetik, dan faktor pencetus lainnya seperti stress psikis, infeksi lokal, trauma seperti garukan, endokrin/hormon, gangguan metabolik, obat, dan rokok.

Gejala Psoriasis

  1. Penderita akan merasakan gatal ringan;
  2. Muncul plak berwarna kemerahan, dengan skuama di atasnya. Plak adalah peninggian di atas permukaan kulit, permukaannya rata dan berisi zat padat, diameternya 2 cm atau lebih. Skuama adalah lapisan kulit paling atas yang mengelupas;
  3. Skuama kasar dan berlapis-lapis, warnanya putih seperti mika dan transparan;
Plak Psoriasis

4. Fenomena tetesan lilin, yaitu skuama berubah menjadi putih pada goresan, seperti lilin yang digores;

5. Auspitz’s sign, yaitu tampak serum atau darah bintik-bintik jika dilakukan pengerokan skuama;

6. Fenomena Kobner, yaitu munculnya gejala psoriasis pada bekas trauma pada kulit seperti contohnya bekas garukan;

7. Pitting nail, yaitu terdapat lekukan kecil-kecil pada kuku. Kuku menjadi keruh, tebal, dan ujungnya terangkat karena pertumbuhan berlebihan dibawahnya.

Kelainan kuku pada psoriasis (pitting nail)

8. Psoriatic Arthritis, yaitu gangguan sendi pada penderita psoriasis. Umumnya terjadi pada bagian ujung-ujung jari tangan. Biasanya mengenai lebih dair satu sendi ditandai dengan sendi yang tampak membesar.

Gangguan sendi pada penderita psoriasis (Psoriatic Arthritis)

Konsultasikan keluhan anda jika terdapat gejala dan tanda dari psoriasis untuk mendapatkan tata laksana yang tepat. Sebab, jika melakukan swamedikasi yang tidak tepat terdapat kemungkinan gejala akan makin berat dan mengalami komplikasi.

Referensi

  1. Sandra Widaty, Hardyanto Soebono, Hanny Nilasari,et al. PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER SPESIALIS KULIT DAN KELAMIN DI INDONESIA. Jakarta; Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin (PERDOSKI); 2017.
  2. Sewon Kang, Masayuki Amagai, Anna L. Bruckner,et al. Fitzpatrick’s Dermatology, 9e. Ameriksa Serikat; Mc Graw Hill; 2019.
  3. Sjarif Wasiaatmaja. Rosacea. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Ketujuh. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.2017.
  4. Sumber gambar 1: www.nih.gov
  5. Sumber gambar 2: Fitzpatrick’s Dermatology, 9e. Ameriksa Serikat; Mc Graw Hill; 2019.
  6. Sumber gambar 3: www.psoriasis.org
  7. Sumber gambar 4: www.nejm.org
  8. Sumber gambar 5: Fitzpatrick’s Dermatology, 9e. Ameriksa Serikat; Mc Graw Hill; 2019.
]]>
NEGLECTED TROPICAL DISEASE (NTD) https://itjen.kemdikbud.go.id/covid19/2022/12/16/neglected-tropical-disease-ntd/ Thu, 15 Dec 2022 23:10:02 +0000 https://itjen.kemdikbud.go.id/covid19/?p=1921 oleh dr. Novrina W. Resti (Dokter Klinik Itjen Kemendikbudristek)

Sustainable Development Goals (SDGs) 2030 adalah sebuah rencana aksi global yang dicanangkan oleh PBB dan disepakati oleh para pemimpin dunia, termasuk Indonesia, untuk mengentaskan kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan. SDGs terdiri dari 17 poin dan dijabarkan menjadi 169 target yang diharapkan dapat tercapai pada tahun 2030 mendatang.

Di antara 17 poin tujuan SDGs salah satunya adalah di bidang kesehatan. Poin ini terdapat pada poin no.3, yaitu kesehatan yang baik dan kesejahteraan. Tujuannya adalah memastikan kehidupan yang sehat dan mendukung kesejahteraan bagi semua untuk semua usia. Salah satu target nomor 3.3.5 adalah menurunkan jumlah orang yang membutuhkan intervensi terhadap penyakit tropis yang terabaikan (Neglected Tropical Diseases/NTD).

Neglected Tropical Diseases/NTD atau Penyakit Tropis yang Terabaikan adalah penyakit yang hampir hilang dari agenda kesehatan dunia, tidak mendapat pendanaan yang cukup, sering disertai stigma negatif pada penderitanya, dan rawan dikucilkan dari kehidupan sosial. Penyakit-penyakit ini terutama terjadi di negara tropis, banyak terjadi di komunitas dengan taraf ekonomi rendah atau miskin, dan lebih banyak mengenai wanita dan anak-anak.

NTD tidak hanya menyebabkan masalah kesehatan tetapi juga menimbulkan masalah ekonomi dan sosial. Penyakit-penyakit ini terjadi secara luas di wilayah paling miskin di dunia, sering kali wilayah-wilayah tersebut memiliki kesamaan profil. Wilayah tersebut biasanya mengalami krisis air bersih, sanitasi yang buruk, dan pelayanan kesehatan yang masih jauh di bawah standar.

Sayangnya di Indonesia masih terdapat banyak kasus penyakit yang tergolong dalam NTD tersebut sehingga pemerintah melalui Kementerian Kesehatan berkolaborasi dengan pemerintah daerah serta berbagai elemen masyarakat melakukan upaya-upaya eradikasi dan eliminasi kasus NTD di Indonesia.

WHO telah mengelompokkan penyakit ini dalam 20 jenis penyakit. Penyakit-penyakit ini disebabkan berbagai jenis kuman termasuk bakteri, virus, jamur, parasit, dan toksin. Penyakit-penyakit tersebut adalah:

  1. Ulkus Burulli;
  2. Penyakit Chagas;
  3. Dengue dan chikungunya;
  4. Dracunculiasis (Guinea-worm disease);
  5. Echinococcosis;
  6. Trematodiases;
  7. Human African Trypanosomiasis (sleeping sickness);
  8. Leishmaniasis;
  9. Lepra/kusta;
  10. Filariasis;
  11. Mycetoma;
  12. Chromoblastomycosis dan mikosis dalam;
  13. Onkoserkiasis (river blindness);
  14. Rabies;
  15. Scabies dan ektoparasit lainnya;
  16. Skistosomiasis;
  17. Penyakit infeksi cacing tanah (soil transmitted helmints);
  18. Gigitan ular berbisa;
  19. Taeniasis/cysticercosis;
  20. Trachoma, Frambusia/yaws dan penyakit akibat Treponema lainnya.

Referensi:

  1. SDG, U. (2019). Sustainable development goals. The energy progress report. Tracking SDG, 7.
  2. WHO. Neglected Tropical Disease. [Internet]. [citied: 15 Desember 2022]. Diakses dari: https://www.who.int/health-topics/neglected-tropical-diseases#tab=tab_1
  3. UN. Sustainable development goals. [Internet]. [citied: 14 Desember 2022]. Diakses dari: https://www.un.org/development/desa/disabilities/envision2030.html
  4. Fauziyah Shifa, Teguh Hari Sucipto, dkk. Harapan dan Tantangan Manajemen Penyakit. [Internet]. [citied: 14 Desember 2022]. Diakses dari: https://itd.unair.ac.id/itd/id/index.php/2021/04/07/expectations-and-challenges-of-management-of-neglected-tropical-diseases-in-the-era-of-the-covid-19-pandemic/#:~:text=Penyakit%20tropis%20terabaikan%20yang%20terdapat,helminths%2FSTHs%2C%20dan%20skistosomiasis.
  5. Sumber gambar: https://schistosomiasiscontrolinitiative.org/
]]>
MELIHAT PENYEBAB PENYAKIT MELALUI SEGITIGA EPIDEMIOLOGI https://itjen.kemdikbud.go.id/covid19/2022/11/23/melihat-penyebab-penyakit-melalui-segitiga-epidemiologi/ Wed, 23 Nov 2022 03:59:18 +0000 https://itjen.kemdikbud.go.id/covid19/?p=1914 oleh dr. Novrina W. Resti (Dokter Klinik Itjen Kemendikbudristek)

Epidemiologi adalah studi tentang distribusi dan faktor-faktor yang menentukan keadaan yang berhubungan dengan kesehatan atau kejadian-kejadian pada kelompok penduduk tertentu dan penerapannya untuk mengendalikan masalah kesehatan. Menurut Greenwood (1934), epidemiologi adalah suatu ilmu tentang penyakit dan segala macam kejadian dan faktor-faktor yang mempengaruhi. Moh.Guntur Nangi dkk. dalam buku Dasar Epidemiologi (2019) menyimpulkan definisi epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang distribusi dan determinan penyakit atau masalah kesehatan pada kelompok manusia, serta mempelajari bagaimana suatu penyakit terjadi dan meneliti upaya preventif maupun upaya mengatasi masalah tersebut.

Dalam pembahasan tentang teori faktor yang menyebabkan suatu penyakit dikenal salah satu teori yaitu model Segitiga Epidemiologi. Segitiga epidemiologi merupakan konsep dasar epidemiologi yang memberikan gambaran tentang hubungan antara tiga faktor utama yang berperan dalam terjadinya suatu penyakit dan masalah penyakit lainnya. Model segitiga ini merupakan interaksi di antara tiga faktor yaitu Host, Agent, dan Environment.

HOST

Host adalah manusia atau makhluk hidup lain yang menjadi tempat terjadinya proses alamiah perkembangan penyakit. Faktor host adalah semua faktor yang terdapat dalam diri manusia yang dapat mempengaruhi timbulnya penyakit atau mempengaruhi perjalanan suatu penyakit. Faktor-faktor host tersebut adalah:

  1. faktor keturunan/genetic;
  2. usia;
  3. jenis kelamin;
  4. ras;
  5. keadaan fisiologis tubuh;
  6. mekanisme pertahanan tubuh; dan
  7. tingkah laku (behaviour)

AGENT

Agent adalah suatu substansi tertentu yang kehadirannya atau ketidakhadirannya dapat menimbulkan penyakit atau mempengaruhi perjalanan suatu penyakit. Agent tidak hanya makhluk hidup atau mikroorganisme penyebab infeksi, tapi bisa juga dalam bentuk non-hidup.

  1. Zat nutrisi: kolesterol, protein
  2. Agent kimia: obat, alergen, pestisida, karbon monoksida
  3. Agent fisik: radiasi, air, udara, suara, tekanan udara, dll
  4. Agent biologis/infeksius: bakteri, virus, jamur, protein, dll

ENVIRONTMENT

Faktor lingkungan merupakan faktor ekstrinsik yang menunjang terjadinya suatu penyakit. Faktor lingkungan mempengaruhi penularan, penyebaran dan perkembangan suatu agent penyebab penyakit.

  • Lingkungan Fisik: musim, geografis, tanah, air, udara, iklim
  • Lingkungan Biologis: Semua makhluk hidup yang ada di sekitar manusia (tumbuhan, hewan)
  • Lingkungan Sosial Ekonomi: pekerjaan, status ekonomi, sistem pelayanan kesehatan, agama, adat istiadat, kebiasaan, bencana alam, urbanisasi

Dalam memberikan penanganan atau intervensi pada masalah kesehatan khususnya kesehatan suatu kelompok penduduk, mempertimbangkan faktor-faktor dalam segitiga epidemiologi adalah suatu hal yang penting.

Referensi

  1. Isna, H. 2010. Buku Ajar Epidemiologi. Yogyakarta: Nuha Medika..
  2. Hidayani, W. R. (2020). Epidemiologi. Yogyakarta: Deepublish.
  3. Irwan, D., & Kes, M. (2017). Epidemiologi Penyakit Menular. Yogyakarta: CV. Absolute Media.
  4. Nangi, M. G., Yanti, F., & Lestari,8 S. A. (2019). Dasar Epidemiologi. Yogyakarta: Deepublish
]]>
Mengenal Zat Mikro (Mikronutrien) https://itjen.kemdikbud.go.id/covid19/2022/10/26/mengenal-zat-mikro-mikronutrien/ Wed, 26 Oct 2022 02:27:06 +0000 https://itjen.kemdikbud.go.id/covid19/?p=1906 oleh dr. Novrina W. Resti (Dokter Klinik Itjen Kemdikbudristek)

Tubuh manusia membutuhkan zat gizi untuk metabolisme dan menjalankan fungsi normal tubuh. Zat gizi yang diperlukan manusia digolongkan dalam dua jenis, yaitu zat gizi makro dan zat gizi mikro.

Zat gizi makro adalah zat gizi yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah besar. Zat gizi makro dibutuhkan tubuh untuk menghasilkan energi agar tubuh mampu menjalankan fungsinya dan menjalankan aktivitas sehari-hari.  Zat gizi makro terdiri dari karbohidrat, protein, dan lemak. Zat gizi makro didapatkan dari sumber makanan pokok (beras, singkong, ubi, kentang, jagung, oatmeal, sagu, gandum, roti), lauk-pauk (ikan, ayam,daging, telur,dll.), sayuran, dan biji-bijian yang dikonsumsi sehari-hari.

Zat gizi mikro adalah zat gizi yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah sedikit. Zat gizi mikro terdiri dari vitamin dan mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah kecil. Walaupun jumlah kebutuhannya kecil, tetapi sangat penting bagi kesehatan tubuh. Vitamin dan mineral dibutuhkan dalam berbagai proses penting metabolisme, tumbuh kembang, serta fungsi-fungsi tubuh lainya. Fungsi mikronutrien sangatlah luas di antaranya adalah membantu tubuh dalam proses produksi hormon, membantu tubuh memproduksi bahan-bahan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan. Defisiensi atau kekurangan zat gizi mikro dapat menyebabkan berbagai kondisi penyakit yang berat hingga mengancam nyawa.

Mayoritas mikronutrien tidak diproduksi oleh tubuh kita sendiri sehingga dibutuhkan asupan dari luar tubuh terutama dari bahan makanan atau pun suplemen. Walaupun jumlah yang dibutuhkan sangat kecil tetapi sering kali keburuhan itu tidak dapat tercukupi. Hal ini terjadi karena kurangnya komponen mikronutrien dalam makanan yang dikonsumsi, atau pun kondisi penyakit tertentu yang menyebabka gangguan penyerapan zat gizi.

Zat gizi mikro terdiri dari mineral dan vitamin. Beberapa zat gizi mikro esensial yang dibutuhkan tubuh diantaranya zat besi, vitamin A, vitamin D, iodin, folat, zink. Zat gizi mikro esensial adalah zat gizi yang tidak dapat diproduksi oleh tubuh kita, dan membutuhkan asupan dari makanan ataupun suplemen.

  • Zat Besi

Fungsi zat besi:

  • Perkembangan otak janin & anak;
  • Perkembangan motorik & kognitif;
  • Mencegah anemia, karena berfungsi dalam produksi hemoglobin;
  • Anemia dapat menyebabkan: gangguan perkembangan janin.

Sumber zat besi: hati ayam, kerang, bayam, tempe, hati sapi, tiram, daging sapi.

  • Vitamin A

Fungsi vitamin A:

  • Membantu kesehatan mata;
  • Membantu fungsi sistem imun dalam proses produksi sel darah putih;
  • Membantu sistem reproduksi;
  • Membantu proses tumbuh kembang;
  • Membantu fungsi kerja jantung, paru, dan organ dalam lainnya.

Sumber vitamin A: ikan, hati ayam, hati sapi, prosuk olahan susu, telur, sayuran (bayam, kale, brokoli, wortel, tomat, labu kuning, paprika merah, dan lain-lain)

  • Iodin

Fungsi iodin:

  • Dibutuhkan selama kehamilan untuk tumbuh kembang janin dan perkembangan kognitif;
  • Berperan dalam produksi hormone tiroid;

Sumber: Iodin dapat ditemukan dalam makanan natural ataupun sebagai bahan tambahan dalam bahan makanan. Biasanya iodin ditambahkan dalam pembuatan garam dapur. Makanan natural yang mengandung iodin diantaranya ikan (tuna, kod), rumput laut, udang, dan makanan laut lain yang mayoritas memiliki kandungan iodin, produk olahan susu (susu, yogurt, keju), telur.

  • Folat

Fungsi folat:

  • Berguna dalam regenerasi sel. Jaringan tubuh akan mengalami pembaharuan dalam periode waktu tertentu, seperti sel kulit, rambut, dan kuku;
  • Pada ibu hamil mencegah kelainan janin seperti anencephaly dan spina bifida.

Sumber folat: folat biasanya ditambahkan dalam produk-produk olahan makanan seperti beras, pasta, roti, dan sereal. Folat juga bisa didapatkan salam bentuk suplemen.

  • Zink

Fungsi Zink:

  • Zink mempercepat sistem imun dan membantu kekebalan tubuh terhadap beberapa penyakit sepertik diare, pneumonis, dan malaria;
  • Mencegah kelahiran prematur pada ibu hamil;
  • Membantu penyembuhan luka.

Sumber zink: daging sapi, produk olahan susu (keju, yogurt), ikan, kerang, kepiting, dan kacang-kacangan.

  • Vitamin D

Berbeda dengan zat gizi mikro yang disebutkan sebelumnya yang termasuk dalam zat gizi esensial, sedangkan vitamin D termasuk dalam golongan zat gizi yang sebagian dapat diproduksi dalam tubuh kita, namun dalam bentuk non aktif, butuh sinar matahari untuk membuatnya aktif dan berfungsi.

Fungsi vitamin D:

  • Membangun tulang dan gigi yang kuat dengan membantu penyerapan kalsium, dan fosfor;
  • Mencegah osteoporosis;
  • Membantu sistem imun dalam melawan infeksi bakteri dan virus;
  • Dibutuhkan dalam fungsi otot dan saraf.

Sumber vitamin D: Ikan salmon, ikan tuna, ikan makarel, daging merah, hati, kuning telur, beberapa makanan yang difortifikasi dengan vitamin D seperti sereal dan produk olahan susu.

Referensi:

  1. NN. About Micronutrient. Center for Disease Control and Prevention (CDC) [Internet]. 2021 [cited: 24 Oktober 2022]. Diakses melalui: https://www.cdc.gov/nutrition/micronutrient-malnutrition/about-micronutrients/index.html
  2. NN. Micronutrient Fact. Center for Disease Control and Prevention (CDC) [Internet]. 2021 [cited: 24 Oktober 2022]. Diakses melalui: https://www.cdc.gov/nutrition/micronutrient-malnutrition/micronutrients/index.html
  3. NN. Iodine. National Institute of Health (NIH) [Internet]. 2022 [cited: 24 Oktober 2022]. Diakses melalui: https://ods.od.nih.gov/factsheets/Iodine-HealthProfessional/
  4. NN. Zinc. Center for Disease Control and Prevention (CDC) [Internet]. 2021 [cited: 24 Oktober 2022]. Diakses melalui: https://www.cdc.gov/nutrition/infantandtoddlernutrition/vitamins-minerals/zinc.html
  5. NN. Folic Acid. Center for Disease Control and Prevention (CDC) [Internet]. 2022 [cited: 24 Oktober 2022]. Diakses melalui: https://www.cdc.gov/ncbddd/folicacid/about.html
  6. NN.Vitamin A and Carotenoids. National Institute of Health (NIH) [Internet]. 2022 [cited: 24 Oktober 2022]. Diakses melalui: https://ods.od.nih.gov/factsheets/VitaminA-HealthProfessional/
  7. NN. Macronutrient. World Health Organization (WHO) [Internet]. 2022 [cited: 24 Oktober 2022]. Diakses melalui: https://www.emro.who.int/health-topics/macronutrients/introduction.html
  8. Wira Daramatasia. Peran Vitamin D Dalam Regulasi Sistem Imunitas Melalui Sel Dendritik. Jurnal Ilmiah Kesehatan Media Husada [Internet]. 2012; 1 (01): 55. Diakses melalui: Https://ojs.widyagamahusada.ac.id/index.php/jik/article/download/80/55/.
  9. Yvette C. Terrie. The Important Rule of Vitamin D [Internet]. 2010 [Cited: 24 Oktober 2022]. Diakses melalui: https://www.pharmacytimes.com/view/otcfocusvitamind-0210.
  10. Sumber gambar: www.wondriumdaily.com

]]>
Kenapa Kita Mudah Sakit saat Pancaroba? https://itjen.kemdikbud.go.id/covid19/2022/10/17/kenapa-kita-mudah-sakit-saat-pancaroba/ Mon, 17 Oct 2022 09:10:21 +0000 https://itjen.kemdikbud.go.id/covid19/?p=1901 oleh dr. Novrina W. Resti (Dokter Klinik Itjen Kemdikbudristek)

Pancaroba menjadi kewaspadaan tersendiri bagi sebagian orang karena umumnya saat pergantian musim kondisi cuaca tidak menentu antara panas dan hujan. Hal ini sering kali dibarengi dengan kondisi kesehatan yang kurang baik. Umumnya terjadi saat pergantian dari musim panas ke musim hujan. Anak-anak atau pun orang dewasa banyak yang jatuh sakit di waktu ini.

Keluhan yang sering muncul adalah keluhan pada saluran pernapasan. Batuk, pilek, sakit tenggorokkan, hingga demam adalah keluhan penyakit yang sering muncul di masa pancaroba. Gejala dan keluhan ini dapat disebabkan karena common cold ataupun flu (Influenza).

Common cold dan flu paling sering disebabkan oleh virus. Flu hanya disebabkan oleh virus influenza, sedangkan common cold dapat disebabkan oleh banyak virus, di antaranya yang tersering adalah rhinovirus, parainfluenza, seasonal coronaviruses. Setelah masa pandemi Covid-19, gejala common cold juga sering muncul dan sulit dibedakan dengan gejala yang disebabkan virus SARS-CoV-2, sedangkan flu (influenza) hanya disebabkan oleh virus influenza.

Terdapat beberapa alasan yang diduga menyebabkan munculnya masalah kesehatan pada masa pancaroba.

  • Udara yang lebih dingin

Pada saat pancaroba, terutama saat pergantian musim panas ke musim hujan biasanya suhu udara menurun, udara menjadi lebih dingin dari biasanya. Ada penelitian yang menyebutkan pada udara dingin menyebabkan replikasi atau pertumbuhan kuman menjadi lebih cepa sehingga hal ini dapat meningkatkan risiko untuk terinfeksi.

Suhu yang lebih dingin akan menyebabkan pembuluh darah di hidung dan saluran napas mengecil sehingga sel darah putih sulit menjangkau saluran napas saat sel darah putih dibutuhkan untuk melawan kuman.

  • Hujan menyebabkan banyak aktivitas di dalam ruangan tertutup

Penyebaran virus dapat terjadi melalui udara, melalui droplet saluran napas, serta kontak dengan benda-benda yang terkontaminasi virus. Aktivitas di dalam ruangan tertutup menyebabkan penularan dari orang ke orang menjadi lebih mudah. Hal inilah yang meningkatkan risiko angka kesakitan akibat common cold dan flu menjadi meningkat.

  • Kadar vitamin D dan menurunnya sistem imun

Vitamin D diduga berperan dalam kemampuan imunitas tubuh. Vitamin D membantu pertahanan tubuh terhadap virus dan bakteri. Pada saat musim hujan, banyak aktivitas di dalam ruangan sehingga paparan sinar matahari semakin berkurang dan sulit mencukupi vitamin D. Dengan demikian, kemampuan imun tubuh akan menurun seiring menurunnya vitamin D dalam tubuh.

Terdapat penelitian yang menyatakan bahwa respons imun di saluran napas akan menurun kemampuannya melawan rhinovirus pada saat udara lebih dingin. Oleh karena itu, saat tubuh diserang oleh virus, pertahanan tubuh tidak mampu melawannya hingga seseorang jatuh sakit.

Referensi:

  1. NN. Cold versus flu. Centers for Disease Control and Prevention [Internet]. 29 September 2022. [Citied: 14 Oktober 2022]. Diakses dari : https://www.cdc.gov/
  2. NN. Micronutrient Facts. Centers for Disease Control and Prevention [Internet]. 29 September 2022. [Citied: 14 Oktober 2022]. Diakses dari : https://www.cdc.gov/
  3. Balingit Angelica. What’s the link between cold weather and the common cold?. Medical News Today [Internet] 25 September 2022. [Citied: 13 Oktober 2022]. Diakses dari: https://www.medicalnewstoday.com/articles/323431
  4. Foxxman Ellen F, Storer James A,et all. Temperature-dependent innate defense against the common cold virus limits viral replication at warm temperature in mouse airway cells. Proceedings of the National Academy of Sciences (PNAS) [Internet]. Januari 2015. [Citied: 14 Oktober 2022]. Diakses dari: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4311828/
  5. Felson Sabrina. Understanding the common cold-the basics. WebMD [Internet]. 21 April 2022. [Citied: 13 Oktober 2022]. Diakses dari: https://www.webmd.com/cold-and-flu/cold-guide/understanding-common-cold-basics#1
  6. Sumber gambar: www.livemint.com
]]>
Pengobatan Gonore https://itjen.kemdikbud.go.id/covid19/2022/10/17/pengobatan-gonore/ Mon, 17 Oct 2022 07:51:10 +0000 https://itjen.kemdikbud.go.id/covid19/?p=1898 oleh dr. Novrina W. Resti (Dokter Klinik Itjen Kemdikbudristek)

Gonore adalah infeksi menular seksual (IMS) yang disebabkan oleh bakteri neisseria gonorrhoeae (N. gonorrhoeae). N. gonorrhoeae merupakan jenis bakteri Gram Negatif yang memiliki bentuk khas seperti biji kopi disebut diplokokus. Karena disebabkan oleh bakteri, pengobatan gonore utamanya menggunakan antibiotik. Terdapat beberapa antibiotik yang menjadi pilihan.

  • Ceftriaxone

Ceftriaxone merupakan antibiotik golongan cephalosporin, bekerja dengan cara membunuh bakteri (bakterisidal). Golongan antibiotik ini efektif untuk banyak jenis bakteri, baik jenis gram negatif ataupun Gram Positif. Ceftriaxone yang digunakan untuk pengobatan gonore diberikan dalam bentuk suntikan, melalui pembuluh darah ataupun otot. Ceftriaxone diberikan dalam 1 dosis (dosis tunggal).

  • Doksisiklin

Pada kasus gonore, doksisiklin diberikan untuk mengatasi infeksi campuran dengan clamidia. Infeksi gonore biasanya disertai juga dengan infeksi clamidia. Oleh karena itu, pengobatan gonore dapat diberikan doksisiklin bersamaan dengan pemberian ceftriaxone ataupun antibiotik pilihan lain untuk gonore.

  • Gentamicin & Azitromisin

Antibiotik gentamisin dan azitromisin digunakan pada pasien gonore yang alergi terhadap antibiotik golongan cephalosporin (ceftriaxone, dll). Gentamicin dapat diberikan melalui suntikan, dikombinasi dengan azitromisin yang diberikan secara oral atau diminum.

  • Cefixime

Antibiotik ini dapat diberikan pada pasien gonore jika tidak tersedia atau pun tidak terjangkau.

Pengobatan utama infeksi gonore adalah menggunakan antibiotik dan pemutusan rantai infeksi. Untuk memutus rantai infeksi gonore adalah dengan mengobati pasangan seksual pasien penyintas gonore. Pasangan seksual penyintas gonore sebaiknya juga diperiksa dan diberikan pengobatan jika terdapat gejala. Sebaiknya pasien menghindari hubungan seksual selama masa pengobatan. 

Setelah pengobatan dinyatakan selesai oleh dokter yang merawat, pasien perlu diedukasi untuk melakukan pencegahan terhadap infeksi ulang gonore ataupun infeksi menular seksual lain. Pasien disarankan untuk melakukan hubungan seksual yang aman yaitu dengan menggunakan kondom dan hanya dengan satu pasangan. Selain itu, untuk menghindari resisten terhadap antibiotik, pasien disarankan untuk tidak mengkonsumsi obat atau antibiotik sendiri tanpa anjuran dokter.

Referensi

  1. Sandra Widaty, Hardyanto Soebono, Hanny Nilasari,et al. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit Dan Kelamin Di Indonesia. Jakarta; Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin (PERDOSKI); 2017.
  2. PAHO. Gonorrhea. Pan American Health Organization/World Health Organization (PAHO/WHO) [Internet]. [Citied: 11 Juli 2022]. Diakses dari: https://www3.paho.org/hq/index.php?option=com_content&view=article&id=14872:sti-gonorrhea&Itemid=3670&lang=en#:~:text=Gonorrhea%2C%20caused%20by%20Neisseria%20gonorrhoeae,%2Dto%2Dchild%20during%20childbirth.
  3. WHO. Global Health Sector Strategy On Sexually Transmitted Infections 2016–2021 [Internet]. 2016. [Citied: 11 Juli 2022]. Diakses dari: http://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/246296/WHO-RHR-16.09-eng.pdf?sequence=1
  4. CDC. Gonorrhea. Centers for Disease Control and Prevention [Internet]. [Citied: 11 Juli 2022]. Diakses dari : https://www.cdc.gov/
  5. Kemenkes. Pedoman Nasional Penanganan Infeksi Menular Seksual. Jakarta; Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan; 2016.
  6. CDC. Gonococcal Infections Among Adolescents and Adults. Sexually Transmitted Infections Treatment Guidelines [Internet]. [Citied: 12 Oktober 2022]. Diakses dari: https://www.cdc.gov/std/treatment-guidelines/gonorrhea-adults.htm
  7. Sumber gambar: https://www.lybrate.com/
]]>
Diagnosis DM https://itjen.kemdikbud.go.id/covid19/2022/09/27/diagnosis-dm/ Tue, 27 Sep 2022 09:50:26 +0000 https://itjen.kemdikbud.go.id/covid19/?p=1893 oleh dr. Novrina W. Resti (Dokter Klinik Itjen Kemdikbudristek)

Diabetes melitus adalah salah satu penyakit metabolik yang terjadi karena tingginya kadar gula darah. Diabetes dapat didiagnosis dari gejala fisik klasik (poliuria, polifagia, polidipsia, dan penurunan berat badan yang tidak diketahui penyebabnya) dan dari hasil pemeriksaan laboratorium.

Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis diabetes melitus di antaranya:

  • GULA DARAH PUASA

Pemeriksaan gula darah puasa adalah pemeriksaan yang digunakan untuk mengukur rata-rata kadar gula darah selama 2-3 tahun ke belakang.

  • TES TOLERANSI GLUKOSA ORAL

Tes toleransi glukosa dilakukan untuk mengukur kadar gula darah sebelum dan sesudah pasien meminum cairan yang mengandung gula/glukosa. Sebelumnya, pasien diminta untuk berpuasa sepanjang malam selama minimal 8 jam sebelum pengambilan darah, lalu pasien diambil darah untuk mengetahui kadar gula darah puasa terlebih dahulu. Selanjutnya, pasien akan diberi minum air gula (75gr glukosa dilarutkan dalam 250 ml air) dalam waktu 5 menit. Selanjutnya pasien diminta berpuasa selama 2 jam untuk pengambilan darah selanjutnya (2 jam setelah minum glukosa). Nilai kurang dari 140 mg/dl adalah normal, nilai 140-199 mg/dl dikategorikan pre-diabetes, dan nilai lebih dari 200 mg/dl mengindikasikan adanya diabetes.

  • GULA DARAH SEWAKTU

Pemeriksaan gula darah sewaktu dapat dilakukan kapan pun tanpa harus puasa terlebih dahulu. Pemeriksaan gula darah sewaktu dapat digunakan untuk mendiagnosis pasien diabetes maupun sebagai kontrol harian bagi penderita diabetes yang telah mengonsumsi obat atau menggunakan insulin.

  • HbA1c

HbA1c adalah pemeriksaan yang digunakan untuk mengukur rata-rata kadar gula darah selama 2-3 bulan ke belakang. Nilai HbA1c 5,7% adalah normal, nilai 5,7 – 6,4 % adalah pre-diabetes, nilai di atas 6,5% dapat didiagnosis sebagai diabetes. Selain untuk mendiagnosis pasien diabetes, HbA1c dapat digunakan sebagai indikator keberhasilan pengobatan diabetes. Pasien diabetes yang telah mendapat terapi obat atau pun terapi non-farmakologi (non-obat) dapat melakukan pemeriksaan HbA1c setiap 2-3 bulan sekali.

Referensi

  1. Soelistijo SA, et all. Pedoman Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Dewasa di Indonesia. Jakarta: PB PERKENI; 2019. 13,49.
  2. NN. Diabetes Tests. Centers for Disease Control and Prevention (CDC) [Internet]. 10 Agustus 2021. [Citied: 26 September 2022]. Diakses dari: https://www.cdc.gov/
  3. Fields Lisa, Minesh Khatri. Fasting and Non-fasting Bloodwork for Diabetes. WebMD [Internet]. 13 November 2021. [Citied: 26 September 2022]. Diakses dari: https://www.webmd.com/diabetes/fasting-bloodwork
  4. Sumber gambar: shutterstock.com
]]>
Bell’s Palsy https://itjen.kemdikbud.go.id/covid19/2022/08/31/bells-palsy/ Wed, 31 Aug 2022 10:47:46 +0000 https://itjen.kemdikbud.go.id/covid19/?p=1887 oleh dr.Novrina Wahidah Resti (Dokter Klinik Itjen Kemdikbudristek)

Bell’s Palsy adalah penyakit kelemahan atau kelumpuhan saraf tepi pada bagian wajah yang menyebabkan kelemahan pada otot wajah. Hal ini akan menyebabkan sisi wajah yang terkena akan terlihat lebih turun. Gejala Bell’s Palsy biasanya berlangsung cepat dan tiba-tiba, umumnya akan mengenak satu sisi wajah.

Bell’s Palsy sering dikatakan idiopatik, atau tidak diketahui penyebabnya. Namun, hal ini sering terjadi pada penyintas diabetes melitus, pasien riwayat infeksi herpes virus, dan ibu hamil. Penyakit ini dapat terjadi pada semua golongan usia. Diketahui 70%-80% pasien Bell’s Palsy dapat sembuh kembali dengan sendirinya. Namun, jika dibantu dengan obat-obatan akan mempercepat waktu penyembuhan.

Gejala Bell’s Palsy

Umumnya pasien akan mengeluhkan satu sisi wajah tiba-tiba turun sehingga tidak simetris dengan wajah sebelahnya.

  • Kelemahan atau kelumpuhan pada satu sisi wajah, yang muncul tiba-tiba beberapa hari hingga 1 minggu;
  • Lipatan wajah menghilang (lipatan dahi, lipatan hidung-mulut, sudut mulut, alis) sehingga terlihat lebih turun daripada sisi wajah yang sehat;
  • Kelopak mata tidak dapat ditutup, kelopak mata bawah turun atau melorot;
  • Iritasi mata karena mata tidak dapat ditutup;
  • Baal pada sisi wajah yang terkena;
  • Merasakan gangguan mengecap rasa pada lidah, sensitif terhadap suara, nyeri telinga, gangguan air mata dan air liur.

Pengobatan Bell’s Palsy

Sebagian besar kasus Bell’s Palsy dapat sembuh spontan dengan sendirinya, tetapi dapat menggunakan obat-obatan untuk mempercepat waktu penyembuhan. Obat-obatan yang dapat digunakan dalam terapi Bell’s Palsy adalah obat kortikosteroid dan antivirus.

Referensi:

  1. Warner Matthew J, Julia Hutchison,et all. Bell Palsy [Internet]. Stat Pearl. Januari 2022. [citied: 30 Agustus 2022].  Diakses dari: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482290/#:~:text=Bell%20palsy%20is%20the%20most,alteration%20in%20lacrimation%20and%20salivation.
  2. TIEMSTRA JEFFREY D, NANDINI KHATKHATE. Bell’s Palsy: Diagnosis and Management [Internet]. American Family Physician. Oktober 2007. [ citied: 30 Agustus 2022]. Diakses dari: https://www.aafp.org/pubs/afp/issues/2007/1001/p997.html
  3. Holland N. Julian, Jonathan M. Bernstein. Bell’s Palsy [Internet]. BMJ. 2014. [citied: 30 Agustus 2022]. Diakses dari: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3980711/
  4. Sumber gambar 1: www.chandigarhayurvedcentre.com      
  5. Sumber gambar 2: www.mayoclinic.org
]]>