Artikel

Gratifikasi Halal, Adakah?

Gratifikasi Halal, Adakah?

Penulis: Romanti

Gratifikasi, sebuah istilah yang seringkali dianggap 100% dilarang oleh masyarakat awam. Benarkah demikian? Pengertian gratifikasi dalam arti luas adalah pemberian. Pemberian ini, ada yang tidak boleh diberi dan diterima oleh pihak tertentu, dan adapula yang sebaliknya, boleh untuk diberikan.

 

Di lingkungan pemerintahan, Aparat Sipil Negara (ASN) dan pejabat publik tidak diperbolehkan memberi maupun menerima gratifikasi yang berkaitan dengan tugas dan kewenangannya. Hal tersebut tertuang dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang telah disempurnakan menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 dan diperkuat oleh Surat Edaran Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nomor B.142/01-13/01/2012.

 

Adapun beberapa gratifikasi yang dilarang dilakukan oleh ASN dan pejabat publik sesuai Pasal 12 B Ayat (1) UU Tipikor, yaitu:

  1. Uang/barang/fasilitas berapapun nilainya lainnya dalam rangka mempengaruhi kebijakan/keputusan/perlakuan pemangku kewenangan;
  2. Uang/barang/fasilitas lainnya berapapun nilainya dalam setiap pelayanan terkait dengan tugas, wewenang, atau tanggungjawabnya;
  3. Uang/barang/fasilitas lainnya bagi pegawai/pengawas/tamu selama kunjungan dinas; dan
  4. Uang/barang/fasilitas lainnya dalam proses penerimaan/ promosi/mutasi pejabat/pegawai.

 

Pemberi maupun penerima gratifikasi perlu mencermati, apakah pemberian yang dilakukan tersebut terkait dengan salah satu dari poin di atas sebelum pemberian dilakukan kepada ASN/pejabat publik, agar bisa mencegah perbuatan melanggar UU. Apabila terdapat keraguan, dapat berkonsultasi di Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) di Kementerian/Lembaga masing-masing.

 

Namun untuk memperjelas batasan gratifikasi yang diperbolehkan untuk diterima ASN/pejabat publik, KPK mengeluarkan Surat Edaran (SE)  Nomor B1341/01-13/03/2017 tanggal 15 Maret 2017 tentang Pedoman dan Batasan Gratifikasi. Dalam SE tersebut, bentuk penerimaan gratifikasi yang tidak wajib dilaporkan meliputi:

  1. Pemberian karena hubungan keluarga, misal dari kakek/nenek, bapak/ ibu/mertua, suami/istri, anak/menantu, cucu, besan, paman/bibi, kakak/adik/ipar, sepupu dan keponakan, sepajang tidak memiliki konflik kepentingan. Contoh hal ini misalnya Kakak seorang ASN memberikan sejumlah uang pada adiknya untuk membantu biaya sekolah anak; Bapak membelikan mobil kepada anaknya yang ASN; Paman memberi hadiah kepada keponakannya yang seorang ASN dengan catatan ketiga kasus tadi sama sekali tidak ada kaitannya dengan pekerjaan ASN tersebut.
  2. Hadiah dalam bentuk uang atau barang yang memiliki nilai jual untuk penyelenggaraan pesta (pernikahan, kelahiran, aqiqah, baptis, khitanan, potong gigi, atau upacara adat/agama lainnya) dengan batasan nilai per pemberi dalam setiap acara paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). Contoh hal ini apabila seorang atasan ASN memberikan bawahannya hadiah pernikahan senilai di bawah Rp 1.000.000,00; Seorang pemilik vendor memberikan hadiah untuk acara aqiqah anak seorang ASN senilai Rp 200.000,00.
  3. Pemberian terkait dengan Musibah atau Bencana yang dialami oleh penerima, bapak/ibu/mertua, suami/istri atau anak penerima gratifikasi paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) per pemberian per orang. Namun khusus untuk pemberian terkait dengan musibah/ bencana yang jumlahnya melebihi Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan tidak memiliki konflik kepentingan dapat ditetapkan menjadi milik penerima dengan catatan telah dilaporkan sebelumnya; Contoh bila seorang atasan ASN memberi uang duka kepada bawahannya sejumlah di atas Rp 1.000.000,00, dan ASN tersebut telah melaporkan kepada UPG instansinya dan dari UPG sudah mengkonfirmasi hal tersebut dapat diterima, maka penerima dapat menyimpannya.
  4. Pemberian sesama pegawai dalam rangka pisah sambut, pensiun, promosi jabatan, atau ulang tahun yang tidak dalam bentuk uang atau tidak berbentuk setara uang paling banyak Rp300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah) per pemberian per orang dengan total pemberian Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun dari pemberi yang sama. Contoh hal ini apabila satu bagian bergotong-royong menyumbangkan senilai di bawah Rp 300.000,00 untuk membeli cindera mata bagi pegawai bagian tersebut yang memasuki usia pensiun.
  5. Pemberian sesama rekan kerja tidak dalam bentuk uang atau tidak berbentuk setara uang (cek, bilyet giro, saham, deposito, voucher, pulsa, dana lain-lain) paling banyak Rp200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) per pemberian per orang dengan total pemberian Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun dari pemberi yang sama; Contoh hal ini adalah rekan kerja seorang ASN memberinya hadiah ulang tahun senilai kurang dari Rp 200.000,00.
  6. Hidangan atau sajian yang berlaku umum. Khusus poin ini, harus memperhatikan tempat makan/hidangan yang disajikan. Hidangan yang berlaku umum artinya hidangan tersebut dapat kita jumpai atau kita makan dalam kehidupan sehari-hari atau dengan harga yang wajar. Jadi bukanlah hidangan dari restoran dengan tagihan ratusan ribu rupiah per-orang per-makan. Dan hidangan yang disajikan bukan dalam rangka menjamu ASN dinas, audit, ataupun ada kepentingan lain terkait pekerjaan dan kewenangannya. Contoh dari hal ini adalah seorang ASN mentraktir rekan kerja sesama ASN dalam rangka ulang tahunnya, di tempat makan yang biasa mereka datangi sehari-hari/sesekali, misal restoran di mall.
  7. Prestasi akademis atau non akademis yang diikuti dengan menggunakan biaya sendiri seperti kejuaraan, perlombaan, atau kompetisi tidak terkait kedinasan. Misal seorang ASN memenangkan lomba membuat artikel.
  8. Keuntungan atau bunga dari penempatan dana, investasi atau kepemilikan saham pribadi yang berlaku umum. Contoh hal ini adalah ASN mendapatkan uang dari pembagian deviden investasinya.
  9. Manfaat bagi seluruh peserta koperasi pegawai berdasarkan keanggotaan koperasi pegawai negeri yang berlaku umum.
  10. Seminar kit yang berbentuk seperangkat modul dan alat tulis serta sertifikat yang diperoleh dari kegiatan resmi kedinasan seperti rapat, seminar, workshop, konferensi, pelatihan atau kegiatan lain sejenis yang berlaku umum. Berlaku umum dalam hal ini adalah berbiaya rendah dan sudah lazim dibagikan untuk acara sejenis, misalnya: pin, kalender, mug, payung, kaos, dan topi.
  11. Penerimaan hadiah atau tunjangan baik berupa uang atau barang yang ada kaitannya dengan peningkatan prestasi kerja yang diberikan oleh pemerintah sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
  12. Diperoleh dari kompensasi atas profesi di luar kedinasan, yang tidak terkait dengan tupoksi dari pejabat/pegawai, tidak memiliki konflik kepentingan dan tidak melanggar aturan internal instansi penerima gratifikasi. Contoh hal ini misalnya seorang pejabat publik diundang menjadi pembicara di luar lingkungan instansinya dan mendapatkan honor atas undangan tersebut.

 

Ke-12 bentuk-bentuk gratifikasi tadi adalah bentuk pemberian yang umum dan tidak harus dilaporkan ke UPG/KPK. Namun untuk kehati-hatian atau bila ada keraguan, ASN atau pejabat publik dapat menghubungi UPG instansi masing-masing, atau melalui KPK di laman gol.kpk.go.id.