Berita

Hari Guru Nasional 2020: Diskusi Interaktif Mendikbud Bersama Dua Guru Inspiratif

Hari Guru Nasional 2020: Diskusi Interaktif Mendikbud Bersama Dua Guru Inspiratif

Penulis:
Potret dua guru inspiratif dalam diskusi peringatan Hari Guru Nasional 2020, Rabu (25/11/2020). (Tangkap layar: Kanal YouTube Kemendikbud RI)

     Jakarta, (Itjen Kemendikbud) – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memperingati Hari Guru Nasional (HGN) 2020 dengan membuat tayangan spesial bertema “Bangkitkan Semangat Wujudkan Merdeka Belajar”. Tayangan tersebut disiarkan secara langsung  di Televisi Republik Indonesia (TVRI) dan Live Streaming melalui kanal YouTube Kemendikbud RI Rabu (25/11/2020).

     Dalam tayangan spesial HGN 2020 terdapat diskusi interaktif Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim bersama dua guru inspiratif, Ayyub dan Hikmat. Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Iwan Syahril menjadi moderator pada diskusi tersebut.

     Ayyub adalah guru SD YPK Pasi, Kabupaten Biak Numfor, Papua. Lokasi tempat ia mengabdi berbatasan langsung dengan Samudera Pasifik. Ayyub menceritakan awalnya pada 2014 mengikuti sebuah program Kemendikbud, yaitu Sarjana Mendidik di Daerah Terluas, Terdepan, dan Tertinggal (SM3T) dan selesai pada 2015.

     Selesai melakukan Pendidikan Profesi Guru (PPG) pada 2017, ia kembali ke Biak. “Ketimpangan pendidikan, kekurangan guru, kekurangan buku dan sarana prasarana ada di sana. Mimpi anak-anak yang memaksa saya kembali,” jelas Ayyub.

     Selain menjadi guru, Ayyub juga membantu kepala desa di beberapa kampung untuk menangani administrasi dan kependudukan di sana. “Saya juga membantu di gereja, walaupun berbeda agama harus ada toleransi,” tuturnya.

     Pengabdian Ayyub rupanya membuat masyarakat di sana percaya. Bahkan mereka melarang  Ayyub untuk mengikuti seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) 2018. “Kami mempunyai niat untuk maju, niat untuk bersama sama membangun pendidikan,” ucap Ayyub.

     Sosok inspiratif lainnya adalah Hikmat. Sebagai penyandang disabilitas, ia tetap bisa menjadi guru di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Batang, Kabupaten Batang, Jawa Tengah. “Selama mengajar sebagai seorang difabel dan mengajar anak-anak disabilitas menjadi kebanggaan dan nilai plus buat saya sendiri. Contohnya saya bisa menjadi role model sekaligus pengajar bagi anak-anak disabilitas,” ujarnya.

      Awalnya Hikmat tidak pernah terpikir menjadi guru SLB karena ia dulu sekolah umum dan tidak paham apa itu SLB. Setelah lulus SMA ia memilih untuk bekerja. Namun, menurutnya perlakuan pada disabilitas masih rendah pada saat itu, ia tidak mendapatkan pekerjaan karena keadaan fisiknya.

     Hikmat menceritakan ada satu guru SLB mengajaknya untuk mengajar alat musik ke anak-anak disabilitas di suatu SLB. Saat itu ia tersadar, “Ternyata bukan hanya saya saja. Setelah saya mendalami bertemu anak-anak yang memiliki kekurangan yang lebih dari saya, mereka masih bisa tersenyum dan semangat untuk belajar,” kenang Hikmat.

     Sejak saat itu Hikmat mengerti dan bisa memanfaatkan keadaan yang dimiliki. “Saya tidak boleh mengeluh siswa saya akan putus aja. Mulai dari situ saya mengajar sembari kuliah. Segala kekurangan apa pun selama kita masih bisa menggali potensi yang kita punya dan memanfaatkan kesempatan yang ada kita bisa menjadi penyemangat buat orang lain,” katanya.

      Mendikbud memberikan respons yang positif, “Luar biasa mendengar cerita guru-guru ini. Pak Ayyub dan Pak Hikmat adalah guru penggerak. Ciri guru penggerak itu satu, motivasi mereka terpacu dengan semakin besar tantangannya. Guru penggerak adalah guru yang tertantang oleh situasi yang sulit, tidak putus asa.”

      Mendikbud Kemudian menanyakan kepada mereka hal yang paling berkesan selama menjadi guru. Ayyub menjelaskan Bulan Desember 2018, ia dan anak-anak didiknya pergi ke pulau sebelah untuk  melayat. Di tengah perjalanan salah satu anak bertanya mengenai kematian yang akan menimpa semua orang. Kemudian anak itu berkata, “Kalau Pak Guru juga mati siapa yang ajar kita orang?”

      Hal tersebut yang membuat Ayyub sangat berkesan. “Saya bersyukur berada di wilayah 3T. Dibalik duka, kami bersyukur karena waktu kecil masih merasakan pendidikan yang layak. Kami tidak mau anak-anak kami tidak merasakan apa yang kami rasakan,” ungkapnya.

     Hikmat juga menjawab, “Dalam mengajar sebelum pandemi kelas menyesuaikan saya, duduk lesehan dan papan tulis di bawah. Ada anak-anak yang suka membantu saya, menghapus papan tulis, membersihkan kelas, mendorong saya dari belakang. Kami bercanda bersama.”

     Diskusi ditutup dengan dua pertanyaan Mendikbud, “Apa harapan Pak Ayyub dan Pak Hikmat untuk masa depan pendidikan Indonesia? Dan apa pesan kepada guru-guru di Indonesia?”

     “Saya berharap kurikulum di SLB lebih sesuai lagi, memang sudah bagus dari sebelumnya, tetapi saya harap lebih jelas lagi untuk klasifikasinya. Terkadang kami kesulitan di buku guru dan buku siswa karena kami mengajar sistem individual program (satu anak satu program). Saya harap lebih bisa meninjau ke lapangan secara langsung,” jawab Hikmat.

     Ia juga berpesan pada seluruh guru untuk tetap semangat walaupun dalam keadaan pandemi dan tetap melakukan yang terbaik.

    Harapan Ayyub mewakili para guru-guru khususnya di daerah 3T, “Pendidikan kami bisa disetarakan dengan daerah-daerah perkotaan. Anak-anak merindukan sekolah yang layak, merindukan guru yang  maksimal, merindukan buku-buku yang setiap waktu bisa dibaca, dan merindukan IT yang bisa membangun mimpi-mimpinya.”

    “Selamat hari guru, semoga jiwa-jiwa ikhlas untuk mengabdi bisa kita tanamkan dalam diri kita. Bisa kita berikan kepada siswa-siswa kita agar besok anak-anak bisa tersenyum untuk kita semua. Mari kita maksimalkan apa yang menjadi impian anak-anak dan Indonesia. Indonesia esok ada di cerminan kita, ketika kita lihat Indonesia beberapa tahun ke depan lihatlah sekarang bagaimana mata anak-anak didik kita,” tutup Ayyub. (ATR)