Melihat Jejak Kejayaan Kerajaan Islam Pertama Indonesia melalui Museum Samudera Pasai
Februari 8, 2023 2023-02-08 11:29Melihat Jejak Kejayaan Kerajaan Islam Pertama Indonesia melalui Museum Samudera Pasai
Sejarah mencatat Kerajaan Samudera Pasai yang terletak di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam merupakan kerajaan islam pertama di Indonesia. Kerajaan ini didirikan oleh Meurah Silu (Sultan Malikussaleh) pada tahun 1267 M, sesuai bukti-bukti arkeologis keberadaan kerajaan yang ditemukan di Desa Beuringin, Kampung Geudong, Aceh Utara. Bukti berupa reruntuhan reruntuhan bangunan pusat kerajaan dan makam-makam raja membuat pemerintah Aceh, terutama Kabupaten Aceh Utara berusaha menyimpan dan melestarikan kekayaan kerajaan ini melalui pembangunan museum yang diberi Museum Islam Samudera Pasai.
Museum Islam Samudera Pasai Kabupaten Aceh Utara merupakan museum khusus yang dibangun secara bertahap mulai tahun 2011 sampai dengan tahun 2016. Berdiri di atas tanah seluas 500m2, bangunan museum terdiri dari 2 lantai, dan memakai arsitektur yang menggambarkan tampilan istana kerajaan Samudera Pasai. Museum ini menyimpan koleksi peninggalan Kerajaan Islam Samudera Pasai dari Abad ke 13 sampai dengan Abad ke 18 yang diperkirakan berjumlah 250 jenis barang.
Museum berada di bawah kepemilikan Pemerintah Kabupaten Aceh Utara dan dikelola oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Aceh Utara. Jenis koleksi yang dipamerkan di dalam museum terdiri dari koleksi Filologika, Historika, Numismatika, Etnografika dan Seni Rupa.
Memasuki pintu museum, pengunjung dapat langsung menuju ke bagian kanan yang menampilkan urutan Sultan/Sultanah yang berkuasa di kerajaan Samudera Pasai, dimulai dari Raja Pertama Sultan Malikussaleh, hingga raja terakhir Sultan Zain Al’Abidin yang ke semuanya berjumlah 13 penguasa. Di antara semua penguasa tersebut, hanya satu orang Sultanah atau penguasa perempuan, yang juga bergelar Malika.
Masuk lagi ke dalam, museum ini juga memuat beberapa relief dan replika nisan para Sultan/Sultanah. Selain itu, ada bagian yang memamerkan mata uang yang digunakan (baik dirham, dinar, maupun keping logam biasa). Pada bagian ini juga ditampakkan bukti korespondensi dan kerja sama dengan Kerajaan Sriwijaya. Adapula gambar peta yang merupakan peta kerajaan untuk dikirimkan ke sultan di Turki sekaligus mendeklarasikan bahwa kerajaan merupakan bagian dari kekhalifahan islam.
Adapula bagian yang memamerkan perhiasan-perhiasan yang dipakai di Samudera Pasai. Ada yang terbuat dari kuningan, perak, dan beberapa dari batu-batu indah. Semua perhiasan tersebut tidak hanya dipakai untuk memperindah pakaian dari perempuan di istana, namun juga menunjukkan makna tertentu, seperti perhiasan untuk acara pernikahan beda yang dipakai dengan acara formal lain.
Terdapat pula display pelaminan adat Aceh Utara lengkap beserta pakaian pengantin dan peralatan lain yang dipakai saat pernikahan. Menurut pemandu museum, pelaminan tersebut memiliki perbedaan atau keunikan dari pelaminan daerah lain di Aceh. Selain itu terdapat pula sesi yang menampilkan sejarah perjuangan dari Cut Meutia, pahlawan yang berasal dari Aceh Utara.
Lantai 2 menyimpan miniatur kapal yang digunakan kerajaan untuk berlayar, alat perang, dan beberapa barang penting lainnya peninggalan dari kerajaan Samudera Pasai. Semua barang bersejarah dari museum ini didapat dari reruntuhan kerajaan yang tidak jauh dari lokasi Museum didirikan.
Untuk menuju lokasi museum, wisatawan harus menempuh jarak sekitar 20 kilometer, atau kurang lebih setengah jam perjalanan dari Kota Lhokseumawe. Selain dari museum, ada juga makam Sultan Malikussaleh, dan monumen Samudera Pasai yang tidak jauh dari museum bisa dikunjungi wisatawan.
Museum beroperasi dari Sabtu ke Kamis mulai dari jam 10.00 WIB hingga 16.00 WIB. Museum tutup pada hari Jumat. Tidak ada tiket masuk yang harus dibayar pengunjung, yang menurut penulis sebenarnya sebuah kekurangan, karena dengan adanya tiket masuk, museum mendapat penerimaan yang bisa digunakan untuk perawatan koleksi-koleksi yang ada.
Harapan penulis, museum ini dapat beroperasi dan semua koleksinya tetap terawat dengan baik, sehingga generasi muda Indonesia, khususnya di Kabupaten Aceh Utara dan Provinsi Nangroe Aceh Darussalam dapat mengetahui sejarah dari Samudera Pasai dengan baik, melalui semua koleksi yang dipajang.