Memahami Pentingnya Revitalisasi Bahasa Daerah dalam Konteks Keanekaragaman Budaya Indonesia
November 17, 2023 2023-11-17 13:49Memahami Pentingnya Revitalisasi Bahasa Daerah dalam Konteks Keanekaragaman Budaya Indonesia
Memahami Pentingnya Revitalisasi Bahasa Daerah dalam Konteks Keanekaragaman Budaya Indonesia
Bahasa, selain sebagai alat komunikasi, juga menjadi penjaga keberagaman budaya suatu bangsa. Perkembangan zaman membawa perubahan dalam fungsi bahasa, menjadikannya sebagai bagian integral dari identitas suatu masyarakat. Sumpah Pemuda tahun 1928 menciptakan landasan kuat untuk persatuan bangsa ini melalui bahasa Indonesia, menegaskan kebangsaan dan rasa cinta terhadap bahasa sebagai elemen penting dalam pembentukan identitas nasional.
Revitalisasi Bahasa Daerah menjadi salah satu program prioritas Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Program ini merupakan wujud nyata dari pelindungan terhadap keberagaman bahasa daerah yang telah diakui dan diatur dalam sejumlah undang-undang, antara lain Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Revitalisasi sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki makna sebuah proses, cara, perbuatan menghidupkan atau menggiatkan kembali.
Komitmen terhadap Revitalisasi Bahasa Daerah juga tercermin dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Dalam konteks ini, pemerintah daerah memiliki peran yang signifikan dalam melaksanakan program revitalisasi bahasa daerah sesuai dengan kekhasan dan kebutuhan masyarakat setempat. Adanya dukungan regulasi semacam ini menjadi landasan hukum yang kuat untuk menjaga dan memperkuat identitas bahasa daerah.
Pentingnya pelestarian bahasa daerah turut diakui melalui Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2014 tentang Pengembangan, Pembinaan, dan Pelindungan Bahasa dan Sastra, serta Peningkatan Fungsi Bahasa Indonesia. Dalam peraturan ini, pemerintah memberikan perhatian serius terhadap pengembangan, pembinaan, dan pelindungan bahasa serta sastra. Hal ini mencakup upaya untuk mencegah kepunahan bahasa daerah dan mempromosikan keberagaman bahasa sebagai aset budaya yang bernilai tinggi.
Dengan mengintegrasikan Revitalisasi Bahasa Daerah dalam kerangka regulasi tersebut, pemerintah menegaskan bahwa bahasa daerah bukan hanya sekadar sarana komunikasi lokal, tetapi juga merupakan bagian integral dari identitas dan warisan budaya bangsa Indonesia. Dalam upaya melestarikan bahasa daerah, masyarakat dan pemangku kepentingan lokal memiliki peran krusial. Komitmen bersama untuk menjaga keberlanjutan bahasa daerah menjadi landasan yang kokoh dalam menghadapi tantangan globalisasi dan modernisasi.
Indonesia, sebagai negara kaya dengan keanekaragaman budayanya, memiliki lebih dari 1.340 suku bangsa, menciptakan lingkungan yang subur bagi bahasa daerah tumbuh dan berkembang. Namun, kebijakan di beberapa sekolah yang menjadikan pembelajaran bahasa daerah bersifat opsional membuka celah bagi kepunahan bahasa daerah. Alasan inilah yang melandasi Revitalisasi Bahasa Daerah menjadi salah satu program prioritas Kemendikbudristek.
Ancaman kepunahan bahasa daerah yang dihadapi Indonesia, dengan total 718 bahasa daerah, tidak bisa diabaikan. UNESCO mencatat bahwa setiap dua minggu ada satu bahasa daerah yang punah di seluruh dunia. Salah satu faktor yang mempercepat kepunahan ini adalah stigma negatif terhadap penggunaan bahasa daerah. Kepala Badan Bahasa, E. Aminudin Aziz, mengungkapkan bahwa anggapan bahwa penggunaan bahasa daerah dianggap tidak keren dapat menyebabkan masyarakat enggan menggunakannya, membawa dampak negatif pada pemertahanan bahasa daerah.
Mendikbudristek, Nadiem Anwar Makarim, menekankan bahwa kepunahan bahasa bukan hanya merugikan dari segi linguistik, tetapi juga berarti kehilangan identitas dan kebinekaan. Dalam era globalisasi, fenomena ini semakin diperparah oleh fokus pada pengajaran bahasa asing daripada bahasa daerah di beberapa lingkungan keluarga. Oleh karena itu, melestarikan bahasa daerah menjadi tanggung jawab bersama.
Dalam program Revitalisasi Bahasa Daerah, Kemendikbudristek menetapkan 38 bahasa daerah sebagai objek revitalisasi, termasuk bahasa Melayu dialek Angkola di Sumatra Utara, bahasa Sunda, bahasa Paser di Kalimantan Timur, bahasa Sunda, bahasa Paser di Kalimantan Timur, bahasa Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah, dan bahasa Bali. Program ini juga melibatkan bahasa-bahasa daerah yang lebih timur, termasuk bahasa Kei di Maluku, bahasa Ternate di Maluku Utara, bahasa Manggarai di Nusa Tenggara Timur, hingga bahasa Tobati di Papua. Program ini bertujuan untuk menjadikan penutur muda sebagai penutur aktif bahasa daerah dan memastikan keberlanjutan bahasa daerah sebagai identitas dan kekayaan bangsa Indonesia.
Beberapa kegiatan yang mendukung program tersebut antara lain diadakannya Bulan Bahasa, dibuat seminar ataupun webinar terkait revitalisasi Bahasa daerah, pemilihan duta Bahasa, dan festival tunas Bahasa Ibu.
Duta Bahasa, sebagai generasi muda yang peduli terhadap bahasa dan sastra, memiliki peran penting dalam menguatkan jati diri bangsa. Mereka menjadi agen penguatan bahasa Indonesia, pelestarian bahasa daerah, dan penguasaan bahasa asing.
Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI) yang sudah mulai diselenggarakan sekak 2022 melibatkan Balai Bahasa di beberapa provinsi, menjadi salah satu bentuk implementasi nyata dari program revitalisasi bahasa daerah. Melalui kegiatan semacam ini, masyarakat diberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang pentingnya melestarikan dan menggunakan bahasa daerah sebagai bagian integral dari identitas budaya.
Revitalisasi bahasa daerah bukan hanya tentang pemahaman linguistik, tetapi juga tentang kebanggaan dan pengakuan akan keunikan setiap bahasa daerah sebagai bagian tak terpisahkan dari keberagaman budaya Indonesia. Upaya bersama, mulai dari lingkungan keluarga hingga kebijakan pemerintah, diperlukan agar bahasa daerah dapat tetap hidup dan menjadi ciri khas bangsa Indonesia. Dengan demikian, revitalisasi bahasa daerah bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga tugas bersama untuk melestarikan kekayaan budaya yang menjadi ciri khas Indonesia.