Artikel

My Name is Khan: Perjalanan Panjang Melawan Stereotip Segala Perbedaan

My Name is Khan: Perjalanan Panjang Melawan Stereotip Segala Perbedaan

India menjadi salah satu negara dengan penghasil film terbesar di dunia. Bagi orang awam, film India mungkin identik dengan film, tarian, dan lagu-laguya yang romantis. Namun, belum banyak yang tahu kalau film India jauh lebih luas daripada itu. Ada film aksi, komedi, sampai film inspiratif. Jika dibandingkan dengan jenis film lainnya seperti drama korea, film barat, atau film Indonesia, film India masih kental dengan budaya India itu sendiri.

Poster resmi film My Name Is Khan

Film India memiliki ciri khas, seperti tarian-tarian dan aksesoris yang digunakan oleh pemainnya. Berbeda dengan seri film India saat ini, film-film India beberapa tahun lalu lebih disukai, karena film India pada masa itu lebih memberikan pesan moral. Salah satunya adalah film My Name is Khan, sebuah film yang mengambil topik tentang Islamophobia atau orang-orang yang takut dengan Islam. Kejadian serangan bom bunuh diri 11 September 2001 ke gedung kembar World Trade Center Amerika Serikat yang diyakini dilakukan oleh teroris beragama Islam melatarbelakangi fenomena phobia ini.

Film ini menceritakan tentang dua orang dengan latar belakang keyakinan yang berbeda dan saling jatuh cinta, yakni Rizwan seorang pria penderita Sindrom Asperger (Autisme dan sulit berinteraksi dengan lingkungan) yang diperankan oleh Shah Rukh Khan dan Kajol berperan sebagai perempuan Hindu yang bernama Mandira. Rizwan pun jatuh hati hingga akhirnya menikahi Mandira. Kemudian, setelah hidup bahagia, mereka mengetahui tragedi 9/11 yang membuat pandangan Amerika terhadap warga Muslim menjadi berubah.

Berbicara mengenai film My Name Is Khan, sepertinya sangat menarik untuk dibahas. Film satu ini tentunya tidak asing lagi, karena My Name Is Khan (2010) menjadi film yang berhasil mendobrak dunia. Film ini memperoleh banyak apresiasi tinggi dari para kritikus film dan mendapatkan nilai 85% dari 27 ulasan. Dengan adanya film My Name is Khan ini, dunia mulai membuka mata mengenai umat muslim yang tinggal di Amerika atau Eropa.

Islamophobia menjadi topik yang diangkat dalam film yang disutradarai oleh Karan Johar ini. Islamophobia adalah ketakutan, kebencian, atau prasangka terhadap agama Islam atau Muslim pada umumnya, terutama jika dilihat sebagai kekuatan geopolitik atau sumber terorisme, atau bisa juga disebut tindakan sekelompok teroris yang mengatasnamakan islam. Hal tersebut membuat orang-orang membenci islam secara keseluruhan.

Singkat cerita, film ini bercerita tentang Rizwan Khan, seorang pria Muslim penyandang autisme. Namun, hidupnya berubah setelah tragedi 11 September di Amerika Serikat. Masyarakat setempat mulai menganggap mereka sebagai teroris dan menganggap mereka sebagai sampah. Rizwan berusaha bertemu dengan Presiden Amerika Serikat untuk mengubah persepsi masyarakat tentang agamanya. Intoleransi dan prasangka sosial terhadap Muslim Amerika pasca 9/11 menjadi tema utama film ini.

Karan Johar dikenal karena tema cinta di setiap film yang dia sutradarai dan dia ingin My Name is Khan berbeda dalam plotnya. Ia berharap film tersebut akan berbicara tentang diskriminasi global dan pandangan dunia tentang Islam. Mengutip situs Reuters, Karan Johar mengakui bahwa alasan dia mengangkat topik ini adalah untuk menyelesaikan kesalahpahaman agama dengan cara yang emosional, efektif, dan dramatis. Dia mengatakan itu akan baik untuk mengirim pesan ke dunia dan menurutnya, bahwa film ini menelaah persepsi tentang agama tertentu.

Menurut profesor Belinda Marie Balraj, pemakaian melodrama dalam My Name Is Khan adalah strategi cerdik untuk menyoroti bias pada Muslim. Ia menggarisbawahi unsur eksploitasi dan penganiayaan terhadap karakter Rizwan. Ia juga berpendapat bahwa Karan Johar melakukan ini untuk menyebabkan orang banyak akan merasa seperti “korban”.

Melansir laman Planet Bollywood, seorang analis Planet Bollywood mengutarakan bahwa film ini bertema terorisme, yang kemudian dibantah oleh Shah Rukh Khan dengan mengatakan ini bukanlah film tentang terorisme, melainkan film yang menceritakan tentang sebuah relasi antara dua orang dan antara individu dengan negara. Analis tersebut juga mengatakan kalau film My Name Is Khan ini mengeksplorasi pembahasan psikologi Muslim dan bagaimana film tersebut menghormati nilai keislaman dengan menampilkan pernikahan antara seorang Muslim dan seorang Hindu. Ia juga menyampaikan, My Name Is Khan secara jelas menunjukkan bagaimana orang-orang memberi kesimpulan tentang suatu agama tanpa berpikir bahwa setiap agama mempunyai sejarah panjang dan nilai-nilai sakral.

Penulis sastra, Stephen Teo membuat analisis komparatif dari film ini dan film Swades 2004, yang keduanya menampilkan Non-Resident Indian (NRI) yang diperankan oleh Shah Rukh Khan sebagai tokoh utama. Dalam film Swades, Shah Rukh Khan berperan sebagai Mohan yang merupakan ilmuwan NASA dan telah memperoleh kewarganegaraan Amerika, tema plot menyampaikan masalah sosial yang serius dalam gaya narasi melodramatis yang sederhana. Meski memiliki tema yang sama, menurut Teo film Swades ini kebalikan dari My Name Is Khan yang lebih flamboyan. Dalam film Swades menggambarkan sebagian besar orang India, sedangkan My Name Is Khan berisi orang India dan Amerika.

“My Name Is Khan lebih seperti entitas media, tidak hanya orang India, tetapi juga orang Amerika. Oleh karena itu, jenis kontrak sosial yang tersirat dalam gaya Bollywoodnya pada dasarnya telah ditulis ulang,” ucap Teo.

Terlepas dari analisis tersebut, Teo melihat pribadi Shah Rukh Khan dalam My Name Is Khan sebagai gambaran perasaan kualitas yang kuat dan satu lagi ilustrasi tentang bagaimana para pemeran membahas kepribadian seorang NRI dalam film Bollywood di seluruh dunia. Anindya Raychaudhuri dari Universitas St Andreas mengatakan bahwa Rizwan memiliki berbagai kemiripan dengan Forrest Gump dari film Eponim tahun 1994, terutama dalam perjalanan mereka untuk bertemu dengan presiden. Komentator Sudhish Kamath mendukung penegasannya, memperhatikan beberapa kesamaan yang berbeda, termasuk bahwa kedua karakter tersebut terhambat secara intelektual. Rizwan memiliki gangguan Asperger dan mengalami masalah berbaur, sementara Gump memiliki wawasan yang rendah dan memiliki sentimen. Kemiripan ini kemudian memprovokasi Kamath untuk berpendapat bahwa Rizwan dibangunkan oleh Gump.

Sementara itu, dalam eksplorasinya untuk BBC, Manish Gajjar mengatakan bahwa film tersebut membantu para penonton untuk mengingat film Rain Man (1988). Dalam pandangannya, sebagai Rizwan dan Mandira dalam My Name is Khan, Rain Man mewakili hubungan antara pasien autis dan saudaranya. Gajjar menyimpulkan bahwa kedua film ini menunjukkan bagaimana kita berusaha untuk menjadi orang yang lebih baik.

Tokoh lain,  Faisal Rahman juga sempat disandingkan oleh beberapa pengamat. Ketika mengomentari film tersebut, Gaurav Malani menyatakan bahwa peran fundamentalisme terdapat pada peran Om Puri dalam Shoot on Sight (2007) dan Kurban (2009), klise dari peran penjahat. Dalam analisis tersebut, diklaim bahwa plot film ini sangat mengeksplorasi masalah sosial dengan menampilkan banyak karakter positif sebagai perwakilan manusia.

Sultana Aaliyah Shabazz dari University of  Tennessee menyatakan, My Name Is Khan jelas-jelas mencoba mengatakan sesuatu mengenai bentuk buruk dari memusatkan perhatian pada kumpulan individu dibawah perkembangan sosial Muslim yang cacat. Namun, dengan kisah perjuangan Rizwan yang tak kenal lelah dengan kemerdekaan, Shabazz merasa jika potongan kalimat “Aku bukan penakut,” yang diungkapkan Rizwan dalam film tersebut memiliki makna yang samar, “Dia tidak melakukan kekejaman. Meskipun demikian, setiap Muslim yang tersisa melakukannya,” ujar Shabazz.

Alur cerita film juga membahas kelompok orang Amerika yang berkulit hitam, dimulai dengan pertemuan antara Rizwan dan Joe, juga ibunya Jenny; Shabazz menyuarakan penilaian bahwa penggambaran itu menunjukkan kolaborasi dunia antara orang India dan kulit hitam. Selain itu, film ini menyertakan lagu protes, yang berjudul “We  Shall Overcome.” Jurnal Studi Media dan Komunikasi, Priya Kapoor, menganggapnya sebagai jenis hubungan antara kelompok orang Afrika-Amerika.

Pada dasarnya, My Name is Khan adalah film tentang cinta, berbalut masalah Islamophobia. Terlepas dari pertanyaan berat dan sensitif yang diajukan, Johar mampu dengan mudah mengemas film tersebut sehingga penonton bisa menontonnya dengan mudah. Jika Sobat Itjen ingin mencoba nonton film India, selain My Name Is khan, rekomendasi beberapa film India ini harus ditonton, seperti Jab Tak Hai Jaan, Kabhi Alvida Naa Kehna, Rab Ne  Bana Di Jodi, Ek Tha Tiger.